17/11/08

FESTIVAL KAMPOENG TOEGOE

Kompleks Gereja Toegoe, Sabtu 15 November 2008, 10.00-14.00 WIB

Menampilkan Pameran Foto Etnografi Masyarakat Kampung Tugu dan Penampilan Khusus Kerontjong Toegoe dan Kesenian Portugis dan Timor Leste

Dihadiri oleh Para Duta Besar Empat Negara Sahabat yang berbahasa Portugis (Portugal, Brasil, Mozambik, Timor Leste) dan dibuka oleh Gubernur DKI Jakarta

Informasi: yayasan.fkai@ gmail.com, 021-32726386

Lokasi: Kompleks Gereja Tugu merupakan Cagar Budaya yang berada di Jl. Raya Tugu, Kelurahan Semper Utara, Jakarta Utara. Menuju kesana (kalau dari Tol, turun di Plumpang, puter balik kanan, lalu belok kiri masuk ke jalan masuk Plumpang, lalu saat ada pertigaan ambil yang kiri. Jalan raya Tugu biasanya dipadati oleh Truk-truk kontainer yang sedang parkir.

Press Release/Introductio n:

KAMPUNG Â TUGU
Jejak Portugis di Jakarta
Â
           Orang Tugu adalah  warga asli Kampung Tugu di daerah Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Mereka telah hidup di sana selama lebih dari tiga setengah abad, sejak pertengahan abad ke-17, saat Jakarta masih disebut Batavia dan menjadi kota pusat kekuasaan perusahaan dagang Belanda di Hindia Timur (VOC). Â
           Nenek moyang orangTugu adalah orang Portugis yang berasal dari Malaka. Mereka dibawa ke Batavia sebagai tawanan perang setelah pasukan VOC merebut kota pelabuhan di Semenanjung Melayu itu dari tangan Portugis  pada 1641.
           Menurut catatan sejarah, tawanan perang yang diangkut pulang ke Batavia dari Malaka ketika itu berjumlah 23 keluarga atau 150 jiwa. Sebagian besar merupakan orang-orang berdarah campuran, hasil perkawinan lelaki Portugis dengan perempuan lokal asal berbagai daerah koloni Portugis di Asia, seperti Malabar, Kalkuta, Surat, Pantai Koromandel, Goa, dan Ceylon (Sri Lanka), serta dari Malaka sendiri.
           Di Batavia, mereka dimukimkan oleh Kompeni Belanda di daerah Tugu, sekiar 20 kilometer sebelah tenggara kota pelabuhan itu. Tugu ketika itu masih berupa kawasan hutan dan rawa-rawa yang merupakan sarang nyamuk malaria dan berbagai sumber penyakit lain. Di sana mereka berusaha bertahan hidup dengan berburu binatang liar, menangkap ikan, dan mengumpulkan hasil hutan.Â
           Setelah memeluk agama Kristen Protestan, agama resmi Kerajaan Belanda, mereka yang awalnya beragama Katolik dibebaskan dari status sebagai tawanan perang. Itu sebabnya, mereka lalu juga disebut de mardijkers atau orang merdeka.  Sebuah gereja dibangun bagi mereka yang juga telah bersedia menghapus nama-namakeluarga Portugis, dan menggantinya dengan nama-nama Belanda.  Â
           Populasi orang Kampung Tugu kini diperkirakan sekitar 1.200 jiwa. Kurang-lebih separuhnya, yakni 600 orang, masih tinggal dan bekerja di Kampung Tugu, terutama di sekitar gereja tua mereka.    Â
           Sekitar 500 orang Tugu lainnya kini tinggal di Belanda. Mereka adalah keturunan orang-orang Tugu yang pada tahun 1950 melakukan eksodus ke Hollandia (Jayapura, Papua), sebelum kemudian bemigrasi ke Belanda lewat Suriname . Sisanya yang sekitar 100 orang saat ini bermukim tersebar di berbagai daerah lain di Indonesia, termasuk di Jayapura.
           Di mana pun mereka berada, orang-orang Tugu merasa bersaudara satu dengan yang lain. Pertautan darah, kesamaan sejarah, serta ikatan kebudayaan merupakan hal-hal yang selalu dapat menyatukan pikiran dan perasaan mereka. Â
           Masyarakat Kampung Tugu kini ikut menjadi bagian dari masyarakat Jakarta yang majemuk. Warisan kebudayaannya yang khas, termasuk musik kroncongnya, bahkan dapat dianggap sebagai bagian dari kekayaan kebudayaan nasional yang tak ternilai harganya.
Â
'Two things are infinite: The Universe and Human Stupidity; and I'm not sure about the universe.'
- Albert EinsteinÂ

Tidak ada komentar: